Thursday, September 18, 2008

Pasuruan 15 September 2008

Angin itu kembali menerpa wajahku,
Mengusir butiran air mata yang bergulir pelan,
Mengeringkan kornea mata yang memerah,
Kilasan dari tangisan yang terkuak dari dalam,
Melihat kumpulan tubuh yang tak berdosa saling menumpuk.

Sejenak hati ini menghayati keadaan yang baru lewat,
Menyaksikan sumringahnya wajah-wajah tubuh tak bernyawa itu,
Tak menghiraukan jalan jauh yang ditempuh,
Tak perhatikan hawa panas di sekeliling,
Tak peduli harus berdiri berdempetan,
Demi sesuatu yang sangat dibutuhkan.

Begitukkah jalan kehidupan yang harus dilalui,
Sesuatu yang sangat langka ada dalam genggaman,
Sesuatu yang menjauh setiap didekati dengan usaha keras,
Sesuatu yang sulit untuk dijangkau,
Namun juga sesuatu yang sangat mudah didapat bagi sebagian,
Bahkan sesuatu yang bisa tidak berarti bagi yang lain.

Memang sesuatu itu jadi harapan semua orang yang berkumpul di sini,
Menanti penuh harap, segera mendapat jatah untuk mengambilnya,
Menunggu penuh cemas karena rombongan di belakang yang mulai tidak sabar.

Wajahku kembali tersapu oleh angin yang lewat,
Menyadarkanku akan betapa tipis dan singkatnya waktu yang aku lalui,
Dari sebelumnya gerombolan orang berjubel,
Sampai akhirnya hanya jasad yang tertinggal.

Akupun berdoa untuk mereka semua,